Selasa, 02 Oktober 2018

Mahasiswi Pragmatis


Kampus kita hari ini sungguh sangat memperihatinkan. Betapa tidak? Pemandangan sehari-hari di kampus adalah semakin maraknya komunitas kongko-kongkodan komunitas ngerumpi dengan segudang tema yang mangkir dari layaknya dunia mahasiswa. Jarang sekali kita temukan sekelompok mahasiswa yang duduk-duduk santai sambil membincang pelajaran di kelas yang masih menyisakan segudang pertanyaan ataupun membincang pemikiran seorang tokoh.

Lingkar diskusi yang dulu semarak dan saling kompetisi satu sama lain sekarang raib entah ke mana. Yang tertinggal hanya papan nama dan segelintir manusia yang bertahan setengah hati kehilangan api semangat. Baca buku dan berdiskusi menjadi barang langka yang tak lagi diminati mahasiswa. 
Paradigma berfikir mahasiswa menjadi sangat pragmatis. Dalam benak mereka rata-rata terlintas dua hal saja: nilai  bagus dan kerja. Akibatnya ia seperti berkejaran dengan waktu bagaimana secepat mungkin meninggalkan kampus serta berupaya mendapatkan nilai bagus kendati dari hasil nyontek dan tak menguasai substansinya. Mahasiswa menjadi individualis, egois, dan acuh terhadap dunia sekitar.

Dampaknya, minat mahasiswa terhadap organisasi juga semakin menipis. Mahasiswa aktivis menjadi sosok asing yang tak pantas ditauladani sepak terjangnya. Sok sibuk, jarang masuk, tua di kampus, tukang demo, pemberontak, dan stereotype lain yang serba naif.

Kampus kita hari ini mengalami disorientasi. Angin globalisasi yang datang bersamaan dengan kaum kapitalis agaknya ingin mengubah kampus kita menjadi semacam pabrik yang hanya melahirkan manusia-manusia pekerja. Bak robot yang tak bernyawa. Siap ditempatkan di mana saja sesuai dengan kemauan sang majikan. Gelar akademik tak harus mencerminkan kualifikasi ilmu yang dikuasainya. Ia telah tereduksi menjadi semacam gelar kaum aristokrat, para bangsawan, dan kaum ningrat di jaman feodal.

Kondisi ini adalah refleksi penulis yang bersifat parsial di satu tempat di mana penulis tinggal dan tempat-tempat lain yang penulis ketahui. Mudah-mudahan hal serupa tak terjadi di kampus-kamus lain yang tak penulis ketahui. Tapi jangan-jangan kondisi ini mewakili wajah kampus kita di belahan nusantara. Mudah-mudahan kehawatiran ini tidak benar sehingga rasa optimisme ini kembali pulih.

Di tengah-tengah carut-marutnya kondisi bangsa, hadirnya kampus yang tidak hanya melahirkan manusia-manusia pekerja tentu sangat dibutuhkan. Kampus di harapakan mampu melahirkan manusia berkualitas yang punya visi, misi, dan orientasi hidup yang lebih luas. Gelar agent of change yang selama ini melekat di pundak mahasiswa hendaknya dipertahankan sekuat tenaga jangan sampai tereduksi menjadi gelar ompong yang memalukan.

Rethinking dan reorientasi kampus agaknya menjadi agenda mendesak kita hari ini. Wajah kampus harus kita kembalikan sedemikian rupa dengan aroma kulturnya yang menjanjikan harapan optimis pada bangsa dan negara. Kampus adalah altar akademis, tempat manusia-manusia serius yang berjibaku dengan segudang aktifitas produktif. Marilah kita hidupkan kembali cahaya intelektual di kampus kita masing-masing. Arus hedonisme dan konsumerisme yang sedemikian santer tentu tak menutup kemungkinan memalingkan semuanya jika kita abai dalam menggawangi visi ini.
#cp

Analisis Jurnal yang benar dan Baik By: Mumajad El Basyir

Nama : MA’MA MUMAJAD NIM : 932135616 Mata kuliah : Pengembangan Pendidikan Nonformal/Informal Keagamaan. Instansi.         : Instit...