Kamis, 29 Agustus 2019

Analisis Jurnal yang benar dan Baik By: Mumajad El Basyir

Nama : MA’MA MUMAJAD
NIM : 932135616
Mata kuliah : Pengembangan Pendidikan Nonformal/Informal Keagamaan.
Instansi.         : Institut Agama Islam Negeri (IAIN KEDIRI)
Fakultas Tarbiyah
Program Studi : PAI

ANALISIS JURNAL

Judul : “PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NON FORMAL MELALUI PROGRAM KEAKSARAAN FUNGSIONAL PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT“
Oleh : Endah Puspa Pratiwi & Budhi Wibhawa
Jurnal : PROSIDING KS: RISET & PKM VOLUME: 2 NOMOR: 2 HAL: 147 - 300 ISSN: 2442-4480

A. Pendahuluan (Ringkasan isi Naskah)
Penenlitian ini berjudul “Pengembangan Pendidikan Non Formal Melalui Program Keaksaraan Fungsional Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat“ yang menjadi fokus bahasan yaitu tentang gambaran pendidikan yang terjadi di masyarakat mengalami banyak hambatan dan tantangan tersendiri yang sangat memprihatinkan. Mahalnya biaya pendidikan yang tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas secara signifikan, tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai orientasi pendidikan yang sebenarnya sedang ingin dicapai.Menurut Syafaruddin anzizhan dalam bukunya yang berjudul sistem pengambilan keputusan pendidikan menyatakan bahwa problem dunia pendidikan khususnya yang ada di sekolah semakin kompleks dari tahun ke tahun masih banyak masyarakat yang putus sekolah, tinggal kelas, motivasi belajar rendah, kemampuan menerima pelajaran lemah, dan prestasi tak dapat dibanggakan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya keterbatasan biaya, sulitnya akses pendidikan, hingga pergaulan dan budaya yang masih tertanam kuat di masyarakat (faktor lingkungan). 

KESIMPULAN
Perubahan jaman yang semakin canggih membuat individu untuk dapat beradaptasi dengan setiap perubahan.Pendidikan sebagai suatu subsistem yang cukup memegang peranan penting dalam mensejahterakan kehidupan bangsa, saat ini dianggap mengalami banyak kegagalan dari setiap sistem dan prakteknya.Hal tersebut terlihat dari masih tingginya angka putus sekolah yang dialami oleh masyarakat sehingga berpotensi mengalami buta aksara. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut, diantaranya faktor ekonomi keluarga, fasilitas pendidikan yang kurang, minat belajar rendah, perhatian orang tua, pasrtisipasi masyarakat yang menurun,hingga akses pendidikan yang masih sulit didapat oleh sebagian masyarakat.Pendidikan formal dianggap belum cukup memainkan peranya dalam mengatasi setiap permasalahan tersebut.Hingga munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengelola pendidikan di laur lingkup pendidikan formal membuat suatu kondisi baru yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan fenomena tersebut.  Bagaimanapun, masyarakat yang mengalami buta aksara tetap memiliki hak untuk dapat mengembangan setiap kemampuan dan potensinya terlepas dari hambatan yang dihadapi seperti batas usia dan financial. Cara lain dalam pembaharuan pendidikan yaitu melalui pengembangan pendidikan masyarakat lokal yang berbasis masyarakat (school-based education) melalui pembentukan Program keaksaraan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) membelajarkan warga masyarakat penyandang buta aksara agar mampu menulis, membaca dan berhitung untuk tujuan yang pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya, untuk peningkatan mutu dan taraf hidupnya.
Kekuatan; Adanya relevansi antara pokok masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian.
Kelemahan; a) variable bebas tidak didefinisikan secara operasional, b) tidak mencantumkan hipotesis, c)baik teknik penyampelan maupun pembagian kelompok subyek tidak dijelaskan secara tegas,

Kamis, 02 Mei 2019

Makalah Pendidikan Nonformal Informal dan Permasalahan nya. By: Mumajad

Nama : Ma'ma Mumajad
Nim : 932135616
Institut Agama Islam Negeri Kediri
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagaimana materi yang disampaikan dalam kelas bahwa lembaga pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas formal, informal, dan nom formal. Tentu kita telah mengetahui pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang dikelola oleh pemerintah/ swasta. Lain halnya dengan pendidikan non formal.
Pendidikan non formal adalah pendidikan yang tidak terstruktur dan dapat dilakukan secara berjenjang tapi tidak secara resmi dan materinya bersifat penguatan pada lembaga pendidikan formal. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dalam penerapannya, banyak problematika yang terjadi.
Problematika adalah berbagai personal personal sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang datang dari individual (factor internal) maupun dalam upaya pemberdayaan SDM atau guru dalam dunia pendidikan.
Pendidikan Islam diarahkan kepada usaha untuk memberdayakan masyarakat agar mampu mengembangkan potensi fitrah manusia hingga ia dapat memerankan diri secara maksimal sebagai pengabdi Allah yang taat. Dalam prosesnya, suatu lembaga Islam pasti tidak bisa bisa dipisahkan dari sebuah problematika. Tinggal bagaimana lembaga tersebut nantinya dalam menyikapi problem yang ada. Ketika sebuah problematika dapat ditemukan solusinya oleh lembaga itu sendiri, maka lembaga tersebut akan mampu bersaing di era modern ini.
Dilatarbelakangi hal diatas penulis membuat makalah berjudul “Problematika Pendidikan Informal/Non Formal Keagamaan” yang diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dan sumbangsih pengetahuan tentang Pengembangan Pendidikan Informal/Non Formal Keagamaan .

Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
Bagaimana analisis kasus mengenai pendidikan Informal/Non Formal Keagamaan di Indonesia ?
Bagaimana Alternatif solusi pemecahan masalah dari kasus tersebut ?





















BAB II
PEMBAHASAN
Analisis kasus mengenai pendidikan Informal/Non Formal Keagamaan di Indonesia
Pendidikan Informal
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 13 bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dari pengertian tersebut dapat diambil salah satu contoh pendidikan informal yaitu keluarga. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam lingkungan inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, dikatakan pula sebagai lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan kepribadian anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.
Peran orangtua sudah semestinya memberikan pendidikan sejak anak usia dini. Pendidikan yang dapat diberikan oleh orangtua bias berupa pendidikan tentang agama, social, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Pendidikan merupakan hal yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pemahaman tentang ekonomi, seorang anak mulai diperkenalkan dengan ekonomi dan mulai belajar konsep pendidikan ekonomi seperti menentukan pilihan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dalam lingkungan keluarga sejak dini.
Dari temuan hasil yang dilakukan oleh peneliti, proses pendidikan informal yang terjadi pada keluarga petani pada umumnya para orangtua mendidik dan membimbing anak-anaknya mulai dari saat mereka masih kecil, para orangtua/petani dalam mendidik anak-anaknya mengajarkan tentang keagamaan dalam hal belajar mengaji dan sholat, serta ketika anak-anak mereka telah bersekolah, para orangtua juga kerap memperingatkan anak-anaknya untuk rajin belajar dan mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru disekolah. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dari anak, orangtua/petani dalam tugas dan kewajibannya dalam mendidik anak mereka menuntun anak-anaknya untuk menjadi orang yang berbakti kepada kedua orangtua, serta berdikap baik terhadap sesame, dan memantau pergaulan dari anak tersebut agar anak-anak mereka tidak bergaul bebas.
Orangtua memiliki anak usia sekolah akan tetapi banyak yang putus sekolah, sehingga anak hanya mengandalkan pendidikan dari orangtuanya dan lingkungan sekitar, salah satu factor penyebab putus sekolah ialah karena kurangnya pemahaman tentang pentingnya pendidikan bagi anak, biaya dan desakan kebutuhan ekonomi sehari-hari, sehingga banyak anak-anak dari petani yang memilih membantu orangtua dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada bersekolah.
Dalam proses pendidikan informal keluarga petani tak lepas dari pendidikan ekonomi yang terbentuk secara alami, sebab biasanya pendidikan ekonomi dilingkungan keluarga tak lepas dari pemahaman tentang nilai uang, sikap serta perilaku anak untuk mengatur dan memanfaatkan uang dengan baik. Ditinjau dari kondisi perekonomian petani yang masih rendah, orang tua dalam memberi pemahaman terhadap anaknya lebih memberi kesadaran akan sulitnya cara untuk mendapatkan uang, sehingga terbukti pada kenyataanya banyak anak petani lebih memilih bekerja membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada bersekolah.
Anak petani lebih mementingkan kehidupannya yang dijalani sekarang daripada kehidupan untuk masa depannya kelak, mereka lebih memilih membantu orang tua dalam memenuhi perekonomian keluarga, dalam hal bekerja, dan membantu merawat dan memanen tanaman jagung orang tuanya, sehingga pada akhirnya menghasilkan uang untuk memenuhi kehidupannya sehri-hari.
Dari temuan hasil yang dilakukan oleh peneliti, keluarga petani mempunyai pandangan bahwa pendidikan bagi anak kurang begitu penting, mereka menyekolahkan anak hanya sebatas bisa membaca dan menulis saja, agar anak mereka setidaknya punya bekal untuk tidak mudah dibodoh-bodohi oleh orang lain.
Sesuai dengan hasil penelitian Saputro bahwa Tingkat kesadaran orang tua akan arti penting pendidikan terhadap anak masih tergolong sangat rendah. Banyak orang tua yang masih beranggapan bahwa pendidikan hanya sebatas membekali anaknya agar dapat membaca dan menulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 95,24% responden beranggapan bahwa pendidikan berguna agar anak dapat membaca dan menulis.
Selain problematika diatas, ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa dalam kebijakan pendidikan nasional tentang pendidikan informal masih ada problem, diantaranya:
Kurang adanya perhatian pemerintah terhadap dana dan kesejahteraan pada pendidikan informal secara maksimal.
Kurang adanya perhatian pemerintah terhadap kualitas dari lembaga pendidikan informal.

Pendidikan Non Formal
Pendidikan Islam non formal adalah pendidikan yang bercirikan khusus keagamaan Islam. Yang berlangsung diluar struktur pendidikan Islam secara formal. Tujuan dari pendidikan Islam non formal adalah untuk membangun manusia yang mampu memahami ajaran- ajaran Islam berdasarkan studi tekstual dan kemudian dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Selain itu, pendidikan Islam juga merupakan wahana dakwah Islamiyah yang murni institusi keagamaan, maka dari itu peran sentralnya adalah pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama.
Orientasi tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, orientasi diatas rasanya tidak relevan lagi apabila kalau dikaitkan dengan kecenderungan kebutuhan masyarakat di era saat ini, dimana salah satu faktor yang mendorong manusia untuk memilih pendidikan baik formal, informal, dan non formal adalah untuk kebutuhan hidupnya dimasa depan yang ditekankan pada bagaimana memperoleh pekerjaan. Hal ini lah yang menyebabkan muncul beberapa problematika dalam pendidikan non formal dalam Islam. Adapun beberapa problematika antara lain : adanya kelemahan di dalam menentukan diagnose perencanaan program, adanya program yang tidak konsepsional (asal dibuat dan dilaksanakan), adanya beberapa program kegiatan yang boleh di bilang sama tetapi dilaksanakan oleh beberapa pihak sehingga tidak efektif, kurang adanya kesadaran dan tanggungjawab terhadap program yang dilaksanakan, banyaknya kebutuhan yang hendak dilayani, pola pikir konservatif, tidak adanya kemampuan warga belajar, dan sebagainya.
Sedangkan lebih spesifik lagi beberapa contoh problematika yang berkaitan dengan berkenaan dengan penyelenggaraan PAUD antara lain:
Masih belum memadainya kemampuan tutor dalam pengelolaan Pembelajaran, kreativitas, masih rendah, insentif yang diterima tutor masih sangat minim, pembinaan dari Diknas terhadap guru masih rendah.
Proses pembelajaran di lembaga-lembaga PAUD masih belum banyak bermuatan inovatif dalam mendukung potensi dan kreativitas warga belajar PAUD.
Sarana dan fasilitas belajar sangat terbatas, dan sebagian besar dalam Kondisi yang tidak layak untuk digunakan. Di samping itu kurang media pembelajaran dan alat-alat peraga pada lembaga- lembaga PAUD terutama di daerah-daerah pedalaman.
Dukungan pemerintah dalam rangka mendorong kesadaran orang tua untuk memberi kesempatan kepada anak mendapat layanan pendidikan PAUD cukup baik. Namun dukungan pemerintah terhadap lembaga PAUD dari sisi penyelenggaraan masih kurang, dan sangat terbatas. Sementara Kesadaran masyarakat untuk mendukung Dapatkan PAUD cukup baik, namun dukungan dalam bentuk Berpartisipasi dalam Keuangan Daerah terbatas.
Dari sisi pendanaan umum lembaga-lembaga PAUD masih Diharapkan pada partisipasi orang tua dan belum dapat mendukung kebutuhan lembaga dan proses pembelajaran PAUD.

Sedangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan berkenaan dengan penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Fungsional (KF) adalah sebagai berikut:
Kompetensi yang dibutuhkan para tutor untuk mengaktualisasi proses Pembelajaran masih terbatas, dan hal ini terkait dengan masih jumlah tutor yang memiliki latar pendidikan yang kurang sesuai dengan mata pelajaran yang dibinanya. Masalah tutor ini juga terkait dengan disiplin yang masih rendah.
Insentif yang diterima guru rendah dan tidak sesuai dengan respons yang harus diselesaikan oleh para tutor.
Motivasi dan minat belajar warga belajar rendah, dan disiplin juga masih rendah dan terkait dengan tidak ada fasilitas untuk mendukung pembelajaran satu faktor pendorong warga belajar.
Proses pembelajaran masih belum mencerminkan model-model inovatif, pelaksanaannya statistik dan kurang keberadaan interaksi dan komunikasi antara warga belajar dan tutor juga sesama warga belajar.
Sarana dan fasilitas belajar sangat terbatas, dukungan media dan alat- alat peraga umumnya tidak tersedia, demikian pula modul-modul belajar sangat terbatas.
Masalah pembiayaan dalam penyelenggaraan KF sangat dirasakan. Sampai saat ini penyelenggaraan KF yang diterbitkan menggunakan dana seadanya, dan lebih banyak berwujud pengabdian para tutor.

Sedangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan berkenaan dengan penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan adalah :
Terbatasnya buku-buku panduan untuk para tutor, dan hal ini Terkait dengan rendahnya pemahaman para tutor di dalam menyusun perangkat pembelajaran, khusus silabus dan RPP. Di sisi berkenaan dengan tutor adalah insentif rendahnya yang mereka terima.
Kesadaran akan pentingnya proses belajar masih rendah Jadi, Nyata sebagian besar warga belajar (sebagian besar di daerah) lebih banyak terfokus pada pekerjaan dari pada belajar. Dalam pada itu pula sulitnya menyelaraskan waktu belajar karena keragaman aktivitas atau pekerjaan yang ditekuni warga belajar.
Pada pusat kegiatan belajar fasilitas yang memadai, umumnya tidak memiliki ruang baca / perpustakaan, modul, media dan alat peraga sangat terbatas.
Berkaitan dengan proses pembelajaran dan kurang menarik karena tidak tersedianya alat peraga dan media belajar, frekuensi pertemuan belajar sangat kurang, Jadi kompetensi yang harus disetujui oleh siswa menjadi sulit untuk diwujudkan, di samping itu masih rendahnya disiplin warga belajar dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Bantuan pemerintah terhadap program pendidikan kesetaraan pada prinsipnya sudah baik. Dukungan terhadap penyelenggaraan dan pembinaan masih sangat rendah, terutama Berkaitan dengan bantuan finansial serta bantuan-bantuan fasilitas dan alat-alat pendukung kegiatan belajar. Sedangkan masyarakat Umumnya menyambut sangat positif program kesetaraan, namun belum dapat mendukung terbatas dari warga belajar.

Dari beberapa contoh diatas, penulis akan mengupas terkait problematika yang ada pondok pesantren Lirboyo Kediri. Pondok pesantren Lirboyo Kediri merupakan pondok pesantren yang didirikan oleh kyai Manab pada tahun 1910 M yang berlokasi di kelurahan Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri. Pada awal berdirinya pesantren Lirboyo, hamper semua pengajian 12 kitab ditangani oleh Kyai Manab langsung.
Pada tahun 1926, santri pesantren Lirboyo mencapai sekitar 80 orang. Tiga tahun berikutnya mencapai 200 an dan dipertengahan tahun 1930-an mencapai 500 orang. Pada masa colonial jepang jumlah santri lirboyo yang tercatat adalah 750 orang, jumlah ini terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Ketika santri pesantren Lirboyo bertambah banyak dan sebagian dari mereka ternyata belum dapat membaca dan menulis, maka dua sistem pengajaran (bandongan dan sorogan) yang waktu itu digunakan dianggap tidak mumpuni. Hal ini dikarenakan sistem bandongan (santri menulis makna dari kyai yang sedang membaca kitab kuning) membutuhkan keterampilan menulis dan dasar gramatika Bahasa Arab untuk dapat mengikutinya, sementara sistem sorogan (santri satu persatu membaca kitab secara langsung dihadpan kyai) mengharuskan jumlah santri yang sedikit untuk setiap gurunya. Untuk mengatasi hal ini maka mulai permulaan tahun 1920-an, pesantren Lirboyo mengupayakan penggunaan sistem klasikal yang berbentuk madrasah.
Pembangunan madrasah terus berjalan hingga tahun 1933. Madrasah harus gulung tikar. Tersendatnya proses pendirian madrasah ini disebabkan oleh dua hal, pertama, rendahnya minat santri untuk mengikuti pembelajaran dengan sistem klasikal yang waktu itu merupakan sistem baru dikalangan pesantren dan dianggap mencontoh model sekolah yang dilaksanakan pemerintah kolonial Belanda. Kedua, adanya aturan dari pemerintah Kolonial Belanda yang membatasi lingkaran lembaga pendidikan agama yang dikelola kyai dengan Wide School Ordonantie yang dikeluarkan pada tahun 1925. Ordonansi ini berupaya memberantas serta menutup madrasah yang tidak ada izinnya atau memberi pelajaran yang tidak disukai pemerintah.
Setelah itu, para senior Lirboyo mengusahakan agar madrasah hidup kembali tahun 1933, lalu madrasah ini terus bertahan dan banyak mengalami kemajuan hingga kini.
Pada masa Departemen Agama dibawah kendali Mukti Ali, jumlah santri lirboyo mengalami penurunan karena diberlakukannya kebijakan bahwa komposisi kurikulum madrasah harus sama dengan sekolah, yakni 70% mapel umum dan 30% mapel agama. Hal ini menyebabkan ijazah diniyah yang semula dapat digunakan untuk melanjutkan ke IAIN tidak dapat dimanfaatkan lagi. Selain itu motivasi santri juga rendah, karena mereka belajar sebagian besar hanya berorientasi pada ijazah.
Presiden pertama RI, Soekarno pernah menyatakan bahwa pesantren adalah lembaga yang ketinggalan zaman dan menutup diri. Sejak saat itu, masyarakat mulai mengaitkan sekolah dengan lapangan kerja. Oleh karena itu, jumlah pemuda yang tertarik memasuki pesantren semakin menurun yang mengakibatkan pesantren kecil pada masa 1950-an mati. Selain itu, KH Ma’ruf zainuddin menyatakan bahwa lulusan madrasah akan menjadi orang yang serba tidak siap dan kalah, jika meneruskan ke fakultas umum akan kalah dengan lulusan sekolahan, jika meneruskan ke fakultas agama akan kalah dengan fakultas diniyah.

Alternatif solusi pemecahan masalah
Pendidikan Informal
Langkah-langkah yang harus dibenahi terkait aplikasi dari kebijakan pendidikan informal diatas, diantaranya:
Pemerintah seharusnya memberikan hak yang sama dalam semua jenjang dan jenis pendidikan, baik formal, informal dan nonformal.
Pemerintah seharusnya memberikan hak yang sama didalam membuka kesempatan ruang dan waktu baik dari output pendidikan informal maupun nonformal.
Pemerintah seharusnya memberikan semacam pembinaan ditiap desa yang diberikan kepada para orangtua untuk menyadarkan akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anaknya.

Pendidikan Non Formal
Untuk mewujudkan program-program pendidikan nonformal, Khusus Pendidikan PAUD, Keaksaraan Fungsional dan Pendidikan Kesetaraan yang lebih baik di masa-masa yang akan datang perlu dilakukan Percakapan lebih intensif dan intensif dengan pengkajian- pengajar, pemerintah, pengajar daerah, terutama sekali aparat desa dinamika dan masalah-masalah nyata pendidikan non formal di lapangan.
Keikutsertaan para tutor, pengelola dan warga belajar di dalam berbagai bentuk pelatihan perlu diintensifkan agar para pengelola, tutor dan warga belajar perlu mendapat perhatian dan mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri, menghabiskan dari sisi kebutuhan finansial- Kebutuhan mereka belum tercapai. Perhatian yang lebih serius terhadap peningkatan diwujudkan. Demikian pula, sungguh-sungguh untuk membantu penyediaan media, alat-alat peraga, buku-buku panduan guru, dan fasilitas- fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran lain harus benar-benar menjadi perhatian serius dari semua pihak terkait.
Dalam rangka meningkatkan dan menjaga pesantren Lirboyo  agar tetap eksis, maka solusi yang diberikan antara lain :
Dibangunnya Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK P2L) tahun 1966 dalam rangka menghimbau pada anak cucu KH Abdul Karim agar selalu bersatu dalam mengembangkan pesantren Lirboyo, sehingga lahirlah 9 unit pesantren yang chiri khas nya tidak mengganggu pesantren induk.
Mendirikan Madrasah Hidayatul Mubtadi’in (MHM) untuk mengatasi santri yang kesulitan penggunaan system bandongan/ wetonan dan sorogan.
Untuk merespon kebijakan Departemen Agama, pesantren lirboyo tidak merubah sistem pendidikannya, tetapi lebih meningkatkan kwalitas lulusannya dengan menambah satu jenjang pendidikan SLTA yang tetap hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama. Keberanian ini dikarenakan pesantren lirboyo sudah memiliki perguruan tinggi yaitu UIT Kediri semenjak tahun 1965.
Untuk mengatasi santri yang hanya berorientasi pada ijazah dan tetap mempertahankan kwalitas pembelajaran, maka MHM menetapkan bahwa seluruh santri MHM dilarang mengikuti ujian persamaan dan sekolah diselain MHM kecuali tingkat Aliyah diperbolehkan hanya kuliah di IAIT Kediri.
Menolak mu’adalah (penyetaraan) ijazah yang disosialisasikan oleh Departmenen Agama dikhawatirkan keikhlasan dan motivasi santri mengalami penurunan. Akan tetapi, pada akhirnya MHM Lirboyo akhirnya menerima mu’adalah pada masanya Menteri Agama Maftuh Basyuni dikarenakan salah satu zuriyah lirboyo gagal mendaftarkan diri menjadi calon legislative dikarenakan Depag Kota Kediri tidak bersedia melegalisasi ijazah dari MHM Lirboyo.
Pada tahun 1986 KH. Imam Yahya Mahrus mendirikan MTs dan MA HM Tribakti yang selanjutnya bernama HM al- Mahrusiyah dalam rangka bahwa pendirian dua madrasah tidak hanya berkorelasi dengan kewajiban tetapi juga untuk mempersiapkan kemampuan dan keterampilan dalam dunia kerja.
Mendirikan pesantren putri HM Putri al-Mahrusiyah yang selanjutnya memotivasi unit pesantren lain untuk membantah kekhawatiran turunnya kwalitas pendidikan di Pesantren Lirboyo manakala ada pesantren putri.
Didirikannya SD, SMP, dan SMA ar- Risalah agar tidak ketinggalan dengan lembaga lain serta santri tidak hanya menguasai ilmu agama tapi juga umum. Tetapi juga tidak menghilangkan madrasah diniyah yang menyebabkan Lirboyo dapat eksis sampai saat ini.
Pesantren ar- Risalah menggunakam sistem yang ketat, disiplin, dan biaya yang mahal untuk menumbuhkan kembali citra pesantren yang mulia dan berharga serta menepis anggapan masyarakat bahwa pesantren sebagai tempat penyembuhan anak bermasalah.



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa problematika yang terjadi di lembaga pendidikan informal dan non formal keagamaan antara lain: orang tua kurang tanggap dengan pendidikan anak dan hanya beranggapan pendidikan anak cukup membaca dan menulis, kurang adanya perhatian pemerintah terhadap dana dan kesejahteraan pada pendidikan informal secara maksimal, kurang adanya perhatian pemerintah terhadap kualitas dari lembaga pendidikan informal, adanya kelemahan di dalam menentukan diagnose perencanaan program, adanya program yang tidak konsepsional (asal dibuat dan dilaksanakan), adanya beberapa program kegiatan yang boleh di bilang sama tetapi dilaksanakan oleh beberapa pihak sehingga tidak efektif, kurang adanya kesadaran dan tanggungjawab terhadap program yang dilaksanakan, banyaknya kebutuhan yang hendak dilayani, pola pikir konservatif, tidak adanya kemampuan warga belajar, dan sebagainya.
Analisis kami adalah mengenai problematika yang terjadi di pondok pesantren Lirboyo. Problematika yang terjadi antara lain: santri kesulitan dengan diterapkannya system bandongan dan sorogan karena kurangnya bekal, rendahnya minat santri untuk mengikuti pembelajaran dengan sistem klasikal, adanya aturan dari pemerintah Kolonial Belanda yang membatasi lingkaran lembaga pendidikan agama yang dikelola kyai, tuntutan Departemen Agama, tidak ada penyetaraan.
Untuk mengatasi beberapa masalah diatas, solusinya adalah Pemerintah seharusnya memberikan hak yang sama dalam semua jenjang dan jenis pendidikan, baik formal, informal dan nonformal, Pemerintah seharusnya memberikan hak yang sama didalam pendidikan informal maupun nonformal, Pemerintah seharusnya memberikan semacam pembinaan ditiap desa untuk menyadarkan akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anaknya, dibangunnya Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK P2L) di Lirboyo, dibangunnya pesantren Hidayatul Mubtadi’in, dibangunnya MA, SD, SMP, SMA untuk mempersiapkan kemampuan dan keterampilan dalam dunia kerja.


Saran
Mengingat Pengembangan Pendidikan Informal/Non Formal Keagamaan merupakan salah satu matakuliah yang penting dan begitu luasnya materi dari Pengembangan Pendidikan Informal/Non Formal Keagamaan ini. Kami menyadari akan keterbatasan keilmuan serta pemahaman kami. Untuk itu, kami meminta dengan sangat agar Ibu dosen mau membantu menjelaskan dari isi makalah ini agar keilmuan yang didapat menjadi lebih sempurna.











DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ali. Pembaharuan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri. Kediri: IAIT Press, 2008.
Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta, 2003.
Arnianti. Analisis Pendidikan Informal Keluarga Petani Jagung Kaitannya dengan Keinginan Menyekolahkan Anak. Makassar: Universitas Negeri Makassar, 2009.
Asran, Mastar. “Pemetaan Masalah- Masalah Pendidikan Nonformal di Kalimantan Barat: Implikasi Terhadap Peningkatan Akses Layanan Pendidikan Bermutu”. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan. (2011). v0l. 5 no.2 : 448.
Darlisray, Ahmad. “Hakikat Pendidikan Islam: Telaah antara Hubungan Pendidikan Informal, nonformal, dan formal”. Jurnal Tarbiyah. (Januari-Juni 2017).Vol.XXIV, No.1: 86.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis, Pendukung Azas. Bandung: Falah Production, 2004.
Wiboyo, Catur Hari. skripsi “Problematika Solusi Guru Dan Solusinya Bagi Peningkatan Kualitas Pendidikan Di Mtsn Nguntoroadi Kabupaten Wonogiri”. SURAKARTA: IAIN SURAKARTA, 2015.


Makalah SUPERVISOR MANAJEMEN, TINGKATAN MENEJEMEN by Mumajad

MANAJEMEN DAN SUPERVISOR
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah
“ Manajemen Sekolah Unggul ”

Dosen Pengampu:
Drs. H. Abd. Manan Zakaria, MM











Disusun Oleh :
Ma’ma Mumajad 932135616
Mutoharoh 932135716
Khotimatul Khasanah 932136116
Uswatun Khasanah 932136316


FAKULTAS TARBIYAH
PRPGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KEDIRI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah supervisi baru muncul kuranglebih tiga dasawarsa terakhir ini. Kegiatan serupa yang dahulu banyak dilakukan  adalah pengawasan, pemeriksaan atau penilikan. Dalam sebuah organisasi supervisi merupakan bagian dari proses administrasi dan manajemen. Dengan supervisi akan memberikan ispirasi untuk bersama-sama menyelesaikan pekerjaan dengan jumlah banyak. Waktu lebih cepat, cara lebih mudah dan hasil juga lebih baik dari pada dikerjakan secara sendirian. Supervisi juga memiliki peran untuk mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi bersangkut paut dengan upaya penelitian yang bersangkutan dengan faktor penentu keberhasilan. Dengan mengetahui kondisi aspek tersebut secara rinci dan akurat, dengan diketahui untuk meningkatkan kualitas organisasi yang bersangkutan.
Praktik supervisi selalu berubah seiring dengan tumbuhnya kesadaran para pemangku kepentingan untuk meningkatkan penjaminan mutu. Kesadaran akan pentingnya meningkatkan mutu terkait pada peran, fungsi dan pembagan tugas dalam organisasi. Pelaksanaan selalu terkait pada konsistensi lembaga, kegiatan akademik, profesionalisme dan kesungguhan penyelenggaraan  pendidikan akan pentingnya memastikan bahwa mutu yang diharapkan dapat terus terjaga sejak langkah perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauannya. Jadi supervisi ini merupakan bagian dari manajemen. Sehingga penulis akan memaparkan dalam makalah ini tentang pengertian manajemen, pengertian supervisi, tingkatan manajemen dan supervisor, supervisor dan sistem kerjanya dan pula kegiatan supervisi.

Rumusan  Masalah
Apa pengertian dari manajemen?
Apa pengertian dari supervisi?
Bagaimana tingkatan manajemen dan pekerjaan supervisor?
Apa yang dimaksud supervisor dan sistem kerjanya?
Bagaimana kegiatan supervisi?

Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian dari manajemen .
Untuk mengetahui pengertian dari supervisor.
Untuk mengetahui tingkatan manajemen dan pekerjaan supervisor.
Untuk mengetahui maksud supervisor dan sisem kerjanya.
Untuk mengetahui kegiatan supervisi.



























BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Manajemen
Secara etimologi, kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno Manajement yang artinya seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan, menurut istilah manajemen adalah bekerjasama antara individu atau kelompok serta sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan tertentu. Sehingga aktivitas manajerial hanya ditemukan dalam wadah sebuah organisasi, baik organisasi bisnis, sekolah dan lain-lainnya.
Istilah manajemen sudah populer dalam kehidupan orang sehingga dalam makna sederhananya “manajeme” diartikan sebagai pengelolaan. Yaitu proses menata atau mengelola organisasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Sementara menurut beberapa ahli diantaranya:
Thoha juga berpendapat bahwa manajemen sebagai suatu proses pencapaian tujuan organisasi lewat usaha orang lain.sedangkan Nawawi menyatakan bahwa menejemen adalah kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang untuk melakukan kegiatan, baik perorangan ataupun bersama dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif dan efisien.

Pengertian Supervisi
Secara terminologi, supervisi berasal dari bahasa Inggris supervision yang terdiri dari kata super dan vision yang berarti atas dan melihat. Supervisi berarti melihat  dari atas atau  memiliki pekerjaan secara keseluruhan. Orang yang melakukan supervisi disebut dengan supervisor.
Menurut Piet Sahertian bahwa supervisi adalah usaha yang yang dilakukan petugas sekolah dalam memimpin guru dan petugas sekolah dalam hal memperbaiki pengajaran, menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan, dan perkembangan guru serta merevisi tujuan pendidikan bahan pengajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, supervisi merupakan sebuah proses bimbingan yang dilakukan oleh atasan dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan proses dan prestasi belajar. Proses ini tentu sebagai upaya melihat bagaimana kegiatan sekolah yang negatif diupayakan menjadi positif dan melihat yang sudah positif untuk dapat ditingkatkan untuk menjadi positif lagi.
Tingkatan Manajemen dan  Pekerjaan Supervisor
Tingkatan Manajemen
Tingkatan manajeman dalam sebuah organisasi itu dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu:
First Line (manajemen lini pertama)
Tingkatan ini termasuk tingkatan manajerial yang paling bawah sendiri karena pada tingkatan ini yang langsung membawahi atau mengawasi tenaga-tenaga oprasional. First Line juga harus mempertanggung jawabkan     pekerjaan bawahannya kepada atasannya langsung yakni pada Middle Manager. Sedangkan dalam dunia pendidikan pada tingkatan ini diduduki oleh guru.
Yang mana untuk mengetahui keberhasilan dari seorang guru maka perlu dilakukannya evaluasi/penilaian pembelajaran, agar guru dapat menggunakan instrumen untuk mengungkapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, guru dapat memberikan suatu tes perbuatan atau keterampilan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam melakukan suatu tugas, serta guru dapat melakukan wawancara atau dialog secara informal untuk mengungkap sikap siswa terhadap materi pelajaran. Kemudian hasil dari evaluasi itu dilaporkan kepada manajemen kurikulum.
Middle Manager (manajemen tingkat menengah)
Pada tingkatan manajemen inilah yang menjembatani antara first line manajemen dengan top manajemen. Selain itu middle manager bertugas mengelola pekerjaan first line manajerial dan mempertanggung jawabkan kepada top manajerial. Selain itu juga mengarahan dan membawahi kegiatan para manajer lainnya terkadang juga langsung turun tangan ke lapangan. Dalam dunia pendidikan middle manager diduduki oleh waka-waka, seperti waka kurikulum, waka kesiswaan dll.
Mereka yang berada di Middle Manager harus memiliki keahlian interpersonal, yang artinya keahlian untuk berkomunikasi, bekerjasama dan memotivasi orang lain.Yang mana dapat digambarkan bahwa hasil yang diberikan guru tersebut lalu ditindak lanjuti oleh pengawas kurikulum atau Middle Manager. Adapun tindak lanjut dari adanya pengawasan kurikulum menurut Rusman (2009) adalah untuk mengupayakan kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan siswa dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta kebutuhan stakeholders. Mengidentifikasi kebutuhan bagi pengembangan kurikulum lokal, mengevaluasi pelaksanaan kurikulum di sekolah, serta melakukan penelitian dan pengembangan terhadap usaha untuk meningkatkan kualitas dan manajemen sekolah bermutu.
Top Manajemen (manajemen puncak)
Tugas top manajemen adalah merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer). Tanggung jawab dari manajer puncak adalah keseluruhan kinerja dan keefektifan dari suatu perusahaan. Manajer tingkat puncak membuat kebijakan, keputusan dan strategi yang berlaku secara umum pada suatu perusahaan. Manajer puncak juga yang melakukan hubungan dengan perusahaan lain dan pemerintah. Jika didunia pendidikan dapat disebut dengan kepala sekolah.
Sebagaimana tugas dari kepala sekolah yakni sebagai seorang pengawas yang ingin memfasilitasi perubahan dalam tujuan kurikulum. Yang harus ingat bahwa keberhasilan kurikulum didasarkan pada guru yang mampu mengubah pola pikir dan melibatkan diri mereka dalam pengembangan kurikulum di sekolah.
Pekerjaan Supervisor
Seorang supervisor harus mengerti tugas yang akan dilaksanakan, mampu mengkondisikan bahwa tugas itu akan berjalan lancar dengan memastikan staf yang ada di bawah memahami tugas yang akan dikerjakan. Memberikan arahan yang jelas sangat diperlukan bagi seorang supervisor. Secara umum ada beberapa tugas supervisor, yaitu:
Mengatur Staf Bawahan
Sebagai jembatan antara manajer dan staf pelaksana, supervisor harus mampu mengatur pekerjaan-pekerjaan yang akan diselesaikan oleh tim pelaksana. Jika tidak ada pengaturan yang baik kekacauan bisa terjadi saat menyelesaikan tugas perusahaan. Jadi diperlukan pengaturan harian oleh seorang supervisor kepada staf yang ada di bawahnya supaya tercipta suasana kerja yang tertib dan disiplin.
Mampu Menerangkan Job Description Dengan Baik
Supervisor harus mampu menjembatani antara perencanaan yang dibuat oleh manajer kepada staf bawahnya. Ini yang menjadi tantangan sendiri bagi seorang supervisor. Terkadang tugas yang keluar dari manajer tidak bisa langsung dicerna oleh staf pelaksana. Perlu penjelasan yang baik dari supervisor untuk mengarahkannya supaya tugas yang akan dikerjakan mampu dipahami oleh staf pelaksana.
Melakukan Briefing atau Pengarahan Ke Staf Bawahan
Ini sangat menolong bagi seorang supervisor dan staf bawahnya. Karena biasanya dengan pengarahan yang rutin akan membuat tugas kantor terlaksana dengan baik. Pengarahan yang rutin juga akan membuat jalur komunikasi yang baik antara staf, sehingga tercipta lingkungan kerja yang nyaman.
Mengontrol dan Memberikan Evaluasi
Supervisor bertugas mengontrol dan memberikan evaluasi dari setiap tugas perusahaan yang dilakukan oleh staf pelaksana. Secara tidak langsung inilah bentuk tanggung jawab seorang supervisor kepada manajer atas kinerja staf pelaksana. Perusahaan yang ideal memiliki Alat evaluasi berupa Key Performance Indicator di setiap posisi.
Memberikan Motivasi
Seorang supervisor harus bisa memotivasi staf pelaksana yang ada di bawahnya. Memotivasi supaya staf pelaksana tidak kehilangan fokus dan jenuh dengan tugas-tugas yang diberikan. Jika terkadang tugas yang diberikan memerlukan pemikiran yang berat, supervisor harus mampu membuatnya mudah dan menyenangkan untuk diselesaikan. Supervisor yang baik dan handal akan disukai staf pelaksana yang ada di bawahnya.
Tugas-tugas supervisi nampaknya diarahkan pada upaya meningkatkan kemapuan profesional guru. Disamping itu, terdapat pula tugas-tugas supervisi lainnya yang tidak secara langsung berkaitan dengan perbaikan pengajaran atau peningkatan kemampuan profesional guru, tetapi dapat mendukung terselenggaranya KBM secara lebih optimal. Tugas-tugas dimaksud antara lain :
Meningkatkan kemampuan guru menyusun rencana atau persiapan mengajar
Meningkatkan kemampuan guru mengelola alat-alat kelengkapan kelas
Meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengelola laporan hasil kemajuan belajar siswa

Supervisor dan Sistem kerja
Supervisor adalah seseorang yang diberikan wewenang atau seseorang yang mempunyai jabatan tertentu untuk bertindak, mengarahkan mengawasi suatu tata cara yang mengendalikan tata cara yang lainnya. Sistem kerja dari supervisor sendiri yaitu sebagai berikut:
Menyampaikan kebijakan kebijakan yang sebelumnya telah dirancang dan disetujui oleh pejabat diatasnya dan kepada seluruh staff dibawahnya
Mengatur kelompok kerja pada divisi yang berada di bawah wewenangnya
Melaksanakan tugas, proyek dan memberikan tugas kepada subordinatornya


Kegiatan Supervisor
Menurut Agus darma sebagai manajer, supervisor terlihat dalam setiap kegiatan manajemen, kegiatan tersebut adalah
Perencanaan : menetapkan tujuan memutuskan cara pencapaian tujuan, menetapkan arah tujuan serta menetapkan kebijakan dan prosedur.
Pengorganisasian: menetapkan pembagian kerja, penguasaan kerja, pengelompokan pekerjaan untuk kordinasi serta menetapkan wewenang dan tanggung jawab.
Pendayagunaan SDM ikut menyeleksi orang untuk melaksanakan pekerjaannya, menetapkan dan memberikan orientasi untuk melaksanakan pekerjaan serta melatih dan menilai kinerja pegawai.
Pembinaan: memberi contoh, memoptivasi dan memberdayakan karyawan termasuk upaya menciptakan lingkungan kerja yang kondusif agar kinerja pegawainya bagus.
Pengendalian: menghimpun informasi tentang pencapaian hasil, membandingkannya dengan standar/rencana dan melakukan tindakan jika perlu.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen merupakan proses kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang diperlukan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang untuk melakukan kegiatan, baik perorangan ataupun bersama dalam upaya dalam mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif dan efisien.
Supervisi merupakan sebuah proses bimbingan yang dilakukan oleh atasan dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan proses dan prestasi belajar.
Tingkatan manajeman dalam sebuah organisasi itu dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu : First line, Middle Manajer dan Top Manajement. pekerjaan supervisior yakni Meningkatkan kemampuan guru menyusun rencana atau persiapan mengajar, Meningkatkan kemampuan guru mengelola alat-alat kelengkapan kelas dan Meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengelola laporan hasil kemajuan belajar siswa.
Kegiatan supervisior yaitu perencanaan, pengorganisasian, pendayahgunaan, pembinaan dan pengendalian.
Saran
Saran penulis kepada lembaga atau organisasi sudah seharusnya menerapkan konsep manajemen dengan berpedoman kepada sistem dan  prinsip supervisi dalam pengelolaan manajemen karena ini akan sangat membantui kinerja perusahaan dalam menciptakan kualitas produksi yang efektif dan optimal. Dengan menempatkan seorang supervisor dalam lembaga tersebut akan sangat membantu kinerja direktur atau kepala dalam menerapkan kebijakan pengorganisasian, perencanaan, dan pengawasan yang menjamin dan tersampaikan dengan  baik dalam setiap tahap.






DAFTAR PUSTAKA

Syafarrudin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005)hal 41.

Nurmawati dan Syariffudin, Pengelolaan Pendidikan dan Membangun Ketrampilan ManajemenPendidikan menuju sekolah efektif, Medan: Perdana Publishing, 2011 hal 16.

Mifta Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen Cet II, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 hal 8

Nawawi Hadari, Administrasi Pendidikan Cet V  (Jakarta: Jahi Masagung,1995), hal 13.
NA Ametembun, Supervisi Pendidikan, (Bandung: Rama, 2011), hal 1
Rivai, M dan Murni, Education Management (Analisis Teori dan Praktek), Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 89
Rusman, Manajemen Kurikulum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009, h. 34

Sukmawati dan Herawan, Kepemimpinan Instruksional Kepala Sekolah, Komitmen Guru Dan Mutu Kinerja Mengajar Guru, Jurnal Administrasi Pendidikan 2016, h 68.

Makalah ISLAM INKSLUSIF Pemikiran Nurcholish Madjid . By: Mumajad

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam sebagai salah satu agama terbesar di dunia yang mendapat label negative dari dunia barat yaitu agama perang. Dalam Islam sendiri telah mengajarkan toleransi antara sesama manusia.namun pada realitanya, menunjukan bahwa konflik manusia masih ada yang mengatasnamakan agama, seperti yang sedang dialami di negara kita, konflik SARA yang berkepanjangan seiring dengan adanya Pilpres.
Islam inklusif merupakan tempat pada pluralisme dan kebinekaan yang dimana mengedepankan toleransi dan empati terhadap sesama manusia. Dalam beberapa masalah kemanusiaan yang mengatasnamakan agama bisa diatasi jika manusia didalamnya bisa lebih mengedapankan toleransi diatas segalanya. Sehingga nilai islam dan kemanusiaan yang ada di Indonesia bisa beriringan dengan damai dan aman.
Rumusan Masalah
Apa pengertian Islam inklusif?
Bagaimana biografi dan pemikiran Nurcholish Madjid tentang Islam inklusif?
Apa saja contoh-contoh model islam inklusif?
Bagaimana apresiasi pemikiran Nurcholish Madjid tentang Islam inklusif?
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari islam inklusif
Untuk mengetahui biografi dan pemikiran Nurcholish Madjid tentang islam inklusif
Untuk mengetahui contoh-contoh model islam inklusif
Untuk mengapresiasi pemikiran Nurcholish Madjid tentang islam inklusif


BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Islam Inklusif
Islam merupakan agama yang universal, dimana islam dapat membuka sifat keterbukaan terhadap agama-agama lain. Sebagaimana Islam inklusif yang dapat dipahami bahwa, paham keberagamaan yang didasarkan pada pandangan agama-agama lain yang ada di dunia ini mengandung kebenaran dan dapat memberikan manfaat serta keselamatan bagi penganutnya. Secara perlahan-lahan paradigma eklusif dalam beragama mulai ditinggalkan, karena tantangan etika kini lebih nyata dari pada tantangan teologis. Agama-agama dunia mulai mengadopsi sikap inklusif yang terbuka dan mau mengerti pengalaman beragama umat lain. Dialog adalah kata kunci didalamnya. Bagaimana dialog antar agama dapat dilaksanakan? Jadi dialog agama dipandang sebgai pelaksanaan ajaran agama yang paling asasi, dan kerjasama kemanusiaan yang dihasilkannya berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Mahaesa dan kebaikan adalah perintah dalam kitab suci.
Islam Inklusif atau Islam Rasionalis merupakan sebuah paham yang berpandangan bahwa semua agama memiliki kebenaran dan memberi manfaat, keselamatan dan kebahagiaan pada setiap pengikutnya, sebagaimana di tanah air tercinta Indonesia banyak terdapat beraneka ragam agama yang diakui dan banyak penganutnya. Dalam artian bahwa, Islam Inklusif mempunyai pandangan bahwa agama-agama yang ada di sekeliling kita semuanya memiliki kebenaran yang sama, yaitu sama-sama mempunyai tujuan yang sama yaitu kepada Allah. Hanya saja cara menuju kepada Allah yang berbeda antara agama yang satu dengan agama yag lainnya.
Pemikiran Alwi Shihab mengenai pergeseran agama-agama ke paradigma inklusif dan respon Islam dalam menghadapinya. Alwi, adalah tokoh dan wakil Muslim Indonesia yang paling tepat untuk berbicara mengenai soal ini.Fokus pemikiran Islam Inklusif dan Pluralis ini meliputi seluruh persoalan interaksi agama, terutama antara Islam dan Kristen, sejak awal pertemuannya hingga sekarang saat ini.Islam Inklusif yang ditawarkan sangat kukuh, dewasa, dan rasional, sebuah Islam yang mampu membawa umatnya memasuki millenium baru dengan sikap terbuka dan penuh percaya diri. Dapat kita pahami bahwa sesunggunya yang dinamakan islam inklusif merupakan sebuah paham yang berpandangan bahwa semua agama memiliki kebenaran dan memberi manfaat, keselamatan dan kebahagiaan pada setiap pengikutnya.
Biografi Nurcholish Madjid dan Pemikirannya tentang Islam Inklusif
Nurcholish Madjid lahir pada tanggal 17 maret 1939 di daerah Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur dari kalangan keluarga santri. Sebagaimana lazimnya anak-anak di Jawa, tradisi penguasaan ilmu melelaui sekolah-sekolah formal.Ia memasuki sekolah rakyat dan madrasyah ibtidaiyah, Pesantren Darul ‘Ulum, kemudian melanjutkan ke KMI (Kuliyatul Mu’allimin) Pondok Modern Gontor. Setelah menempatkan sekolah di Gontor, ia melanjutkan ke IAIN Syarif Hidayatullah pada Fakultas Adab. Setelah berhasil memperoleh gelar sarjana, ia lalu melanjutkan study ke universitas Chicago sampai memperoleh gelar doktor kalam dibidang pemikiran Islam dengan desertasi Ibn Taimiyah on Kalam And Falsafah Problem of Reason and Revelation in Islam.
Pengembaraan intelektualnya telah membuat Cak Nur muda telah dipercaya untuk duduk sebagai aktivis di organisasi ekstra mahasiswa sampai dua periode (ketua umum HMI 1966-1969 dan 1969-1972). Bahkan beliau pernah menjabat sebagai presiden persatuan mahsiswa Islam Asia Tenggara, dan asisten sekretaris jendral Internasional Islamic Federation of Students Organization (IIFSO).
Nurcholish Madjid yang akrab disebut dengan Cak Nur, dikenal sebagai salah satu tokoh pembaharuan Islam Indonesia pada dekade tahun 1970-an. Bahkan beliaulah yang dinyatakan sebagai pencetus pembaharuan pemikiran Islam. Sebab pidatonya Cak Nur pada tanggal 2 Januari 1970 di Jl. Menteng Raya nomor 58 Jakarta, dalam acara diskusi yang diselenggarakan empat organisasi Islam yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pelajar Islam Indonesia (PII). Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), dan Persatuan Sarjana Muslim Indonesia (PERSAMI), yang pada waktu itu Nurcholish Madjid membawakan makalah yang berjudul “ Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat ” itulah dinyatakan sebagai momentum pembaharuan pemikiran islam.
Ketokohannya secara tidak berlebihan dianggap mewakili figur pembaharuan pemikiran yang mampu menggagas Islam secara lebih berlian. Terbukti dengan munculnya sejumlah study mendalam tentang tokoh Nurcholish Madjid yaitu dalam study doktor S3 tentang perananya dalam kebangkitan modernisme di Indonesia. Salah satu kajian doktor yang lebih awal ditulis oleh Muhammad Kamal Hassan, Muslim Intelectual Responses to “New Order” Modernization in Indonesia. Dalam study doktornya ini, Kamal Hassan banyak menyorot tentang keterlibatan internal Cak Nur muda dalam arus gelombang modernisasi kehidupan umat Islam Indonesia beserta sekian tokoh lainnya. Namun Cak Nur lah menjadi figur yang ditonjolkan dalam buku Kamal Hassan ini.
Teologi Inklusif memberi tempat pada pluralisme dan kebhinekaan.Pluralitas atau kemajemukan adalah kehendak Tuhan yang tidak mungkin ditolak.Sikap itu pada hakikatnya tidak cukup diwujudkan hanya dengan mengakui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk. Tapi kata Nurcholish, harus disertai dengan sikap tulus menerima kenyataan bahwa kemajemukan itu bernilai positif dan merupakan rahmat Tuhan, karena akan memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi dinamis dan pertukaran silang budaya yang heterogen. Pluralisme dipahami sebagai suatu “Pertemuan sejati dari keberagaman ikatan-ikatan kesopanan” (Bond of civility).Suasana kemajemukan mesti dipahami sebagai refleksi fundamental dari ideology kemajemukan itu sendiri. Ia bukan sesuatu yang bersifat prosedural belaka, tetapi pandangan hidup yang berakar dalam ajaran agama yang benar. Dalam kata-kata Nurcholish, “pluralisme tidak boleh dipahami sekedar “kebaikan negatif” (Negative good), hanya ditilik dari kegunaanya untuk menyingkirkan fanatisme (to kep fanatism at bay).Secara teologis, pluralisme bisa dipahami sebegai sumber daya dalam rangka mewujudkan tujuan utama Al-Qur’an, yakni membangun masyarakat adil, terbuka, dan demokratis. Posisi pluralisme, dengan demikian, hanyalah sebatas formasi social (social formation), prakondisi, dan elemen yang mutlak diperlukan bagi terciptanya tujuan utama Al-Qur’an tadi.Apalagi, seperti kata James P. Piscatori, kondisi sosal budaya yang majemuk selalu memerlukan titik temu dalam nilai kesamaan dari semua kelompok.Itu berarti semakin menegaskan, bahwa masyarakat adil, terbuka dan demokratis hanya bisa terwujud dalam formasi sosial yang bercorak pluralistik.“Pluralisme bahkan merupakan keharusan bagi umat manusia melalui mekanisme pengawasan dan pengembangan yang dihasilkannya” tegas Nurcholish.
Menurut Nurcholish, Islam pluralisme adalah bagaimana kaum Muslimin mengadaptasikan diri dengan dunia modern. Pluralisme Islam dapat terus menerus ditranformasikan ke dalam pluralisme modern.Dan ini, pada gilirannya, “melibatkan masalah bagaimana mereka memandang dan menilai sejarah Islam, bagaimana mereka memandang dan menilai perubahan dan keharusan membawa masuk nilai-nilai Islam yang normative dan universal ke dalam dialog dengan realitas ruang dan waktu.” Proyek besar ini tampaknya lebih tertuju pada persoalan bagaimana merekonstruksi “Islam doktrin” dan “Islam sejarah” agar bisa mendukung konsep-konsep politik modern yang sangat menekankan pluralisme dan toleransi. Konsep-konsep politik yang dimaksud tidak lain kecuali demokrasi. Nurcholish sangat yakin dengan paham ini karena dalam kenyataannya, problem mendasar umat Islam diabad modern sekarang ini dan dalam realitas kehidupan Indonesia, ialah bagaimana merespon dan menyikapi pluralisme.Karena itu, kenyataan pluralisme masyarakat Indonesia harus menjadi landasan sosial untuk menampilkan Islam secara inklusif, terbuka, dan demokratis, serta mewadahi semua unsur masyarakat dalam satu bangunan tunggal yaitu bangsa Indonesia. Di sini pancasila menjadi landasan kukuh bagi pengembangan toleransi beragama dan pluralisme di Indonesia.Pancasila dinilai Nurcholish tidak bertentangan dengan Islam, melainkan mencerminkan, dan karenanya sangat mirip dengan anjuran dan prinsip-prinsip dalam Al-qur’an.Meskipun umat Islam mayoritas di Negara ini, sebaiknya tidak bersikap ekslusif, karena hal itu bisa mengganggu hubungan social dalam semangat keutuhan sebagai bangsa.Jalan ke arah itu, umat Islam harus memahami mana “kemenangan Islam” secara lebih terbuka.
Contoh Model Islam Inklusif
Islam inklusif adalah islam yang bersifat terbuka. Terbuka disini tidak hanya masalah berdakwah atau hokum, tetapi juga masalah ketauhidan, social, tradisi, dan pendidikan. Adapun ciri-ciri islam inklusif antara lain :
Mengakui kebenaran semua agama
Menghormati adat dan kebiasaaan masyarakat
Menghormati antar sesama (Toleransi)
Berpegang pada Al-quran dan sunnah
Terbuka terhadap pendapat dan kritikan agama lain
Sebagai perbandingan, islam inklusif agak mirip dengan logika yang digunakan  di dalam konsli Vatikan II tahun 1965 dalam agama Katolik, yang melakukan perubahan sikap mendasar, yaitu menerima kebenaran yang bersumber dari luar gereja katolik, umat katolik diminta untuk menghormati nilai-nilai kebenaran dan apa yang dianggap baik dari agama-agama lain. Berbeda dengan sebelumnya, gereja hanya mengakui kebenaran dan kebaikan yang bersumber dari doktrin ajaran katolik. Semenjak itu agama katolik dianggap sebagai agama yang inklusif karena sudah terbuka utuk menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari luar dirinya.
Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat jawa yang kebanyakan masih menganut islam kejawen dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi oleh keyakinan, konsep-konsep, perbedaan pandangan, nilai budaya, dan norma-norma yang kebanyakan berada di dalam pikirannya. Menyadari kenyataan seperti itu maka orang jawa tidak suka memperdebatkan pendiriannya atau keyakinan tentang Tuhan.merka tidak pernah menganggap bahwa kepercayaan dan keyakinan sendiri adalah yang paling benar dan yang lain salah. Sikap batin yang seperti inilah yang merupakan lahan subur untuk tumbuhnya toleransi yang amat besar baik di bidang kehidupan beragama maupun di bidang-bidang yang lain.
Indonesia bisa disebut gudangnya tradisi, ada beberapa tradisi  yang masih berhubungan dengan Al-quran dan Hadist dan hingga saat ini masih dilakukan tanpa menimbulkan konflik antar agama, antara lain :
Sunatan
Bagi masyarakat jawa sunatan buat anak biasanya digelar secara sederhana. Pagi anaka diantar kerumah sakit untuk dikhitan, sorenya diadakan tasyakuran dan bagi-bagi makanan di lingkungan rumah.
Mitoni
Mitoni adalah upacara mempersiapkan kelahiran bayi saat usia kehamilan 7 bulan. Upacara adat jawa ini lekat dengan budaya islam. Keluarga yang menggelar upacara ini juga harus mengundang tetangga dan sanak keluarga untuk ikut mendoakan si jabang bayi.
Grebeg
Grebeg adalah tradisi yang dilakukan sebelum atau sesudah hari besar islam, ritual ini bertujuan untuk mengusir roh-roh jahat dan membersihkan hati dari perbuatan buruk.
Slametan
Slametan adalah tradisi yang dilakukan ketika seorang telah menerima rizki yang berlimpah, tradisi ini bertujuan untuk menjauhkan rizki yang sudah diterima dari musibah-musibah.
Kondangan
Kondangan adalah tradisi doa kirim leluhur, biasanya di pihak yang memiliki hajat mengumpulkan masyarakat untuk ikut serta dalam melakukan kirim doa ini, kemudia setelah acara selesai mereka membagikan makanan.
Mengapresiasi Pemikiran Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid merupakan lokomotif pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia yang pemikirannya tidak jarang menjadi acuan bagi kalangan pembaharu modern muslim di Indonesia. Pikirannya juga tak jarang kontroversional sehingga pada tahun 1970 disebut sebagai tokoh kontroversi. Sebagai seorang cendikiawan Muslim, Nurcholish Madjid memiliki wawasan yang begitu luas, pemikiran-pemikirannya secara garis besar dapat di klasifikasikan menjadi keislaman, keindonesiaan dan kemodernan.
Bagi Nurcholis Madjid, Islam pada hakikatnya sejalan dengan semangat manusia yang universal, karena itu islam adalah suatu sistem yang menguntungkan semua orang, termasuk mereka yang bukan muslim dank arena itulah islam bersifat inklusif. Menampilkan wacana islam inklusif yang merupakan salah satu gagasan dari Nurcholish Madjd. Beliau juga sosok yang sangat vocal dan konsisten dalam menyuarakan gagasannya bahwa islam sebagai agama al-haniffiyah al samhah, yakni suatu ajaran yang bersemangat mencari kebenaran yang lapang, toleran dan tanpa kefanatikan


























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Islam inklusif adalah sebuah paham yang berpandangan bahwa semua agama memiliki kebenaran dan memberi manfaat, keselamatan dan kebahagiaan pada setiap pengikutnya. Seorang pemikir islam inklusif salah satunya yaitu, Nurcholish Madjid yang lahir pada tanggal 17 maret 1939 di daerah Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur dari kalangan keluarga santri.
Teologi Inklusif memberi tempat pada pluralisme dan kebhinekaan.Pluralitas atau kemajemukan adalah kehendak Tuhan yang tidak mungkin ditolak.Sikap itu pada hakikatnya tidak cukup diwujudkan hanya dengan mengakui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk. Contoh model islam inklusif yaitu, sunatan, mitoni, grebeg, slametan dan kondangan. Nurcholish Madjid merupakan lokomotif pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia yang pemikirannya tidak jarang menjadi acuan bagi kalangan pembaharu modern muslim di Indonesia.










DAFTAR PUSTAKA
Wijdan, Aden dkk. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta. Safiria Insania Press. 2007.
Hidayat,Komaruddin. Passing Over (melintas batas gama. Jakarta. Gramedia Pustaka. 2001.
Taufik, Ahmad dkk. Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2005
Ridwan, M. Deden. Gagasan Nurcholish Madjid Neo-modernisme Islam Dalam Wacana Tempo dan Kekuasaan. Yogyakarta. Belukar Budaya. 2002.
Mulyadi, Kartanegara. Mengislamkan Nalar Sebuah Respon Terhadap Modernitas. Jakarta. Erlangga, 2007.
Fatimah. Muslim Cristian Relations In The Exclusif And Inclusivits Muslim Perpective. 2004
Koentjaraningrat. Kebudayan Jawa. Jakarta. Balai Pustaka. 1994.
Zukriyah, Fikri Luluk. ”Dakwah Inklusif Nurcholish Madjid”.  Jurnal Komunikasi Islam, Vo. 2, No. 2, Desember 2012.

Selasa, 02 Oktober 2018

Mahasiswi Pragmatis


Kampus kita hari ini sungguh sangat memperihatinkan. Betapa tidak? Pemandangan sehari-hari di kampus adalah semakin maraknya komunitas kongko-kongkodan komunitas ngerumpi dengan segudang tema yang mangkir dari layaknya dunia mahasiswa. Jarang sekali kita temukan sekelompok mahasiswa yang duduk-duduk santai sambil membincang pelajaran di kelas yang masih menyisakan segudang pertanyaan ataupun membincang pemikiran seorang tokoh.

Lingkar diskusi yang dulu semarak dan saling kompetisi satu sama lain sekarang raib entah ke mana. Yang tertinggal hanya papan nama dan segelintir manusia yang bertahan setengah hati kehilangan api semangat. Baca buku dan berdiskusi menjadi barang langka yang tak lagi diminati mahasiswa. 
Paradigma berfikir mahasiswa menjadi sangat pragmatis. Dalam benak mereka rata-rata terlintas dua hal saja: nilai  bagus dan kerja. Akibatnya ia seperti berkejaran dengan waktu bagaimana secepat mungkin meninggalkan kampus serta berupaya mendapatkan nilai bagus kendati dari hasil nyontek dan tak menguasai substansinya. Mahasiswa menjadi individualis, egois, dan acuh terhadap dunia sekitar.

Dampaknya, minat mahasiswa terhadap organisasi juga semakin menipis. Mahasiswa aktivis menjadi sosok asing yang tak pantas ditauladani sepak terjangnya. Sok sibuk, jarang masuk, tua di kampus, tukang demo, pemberontak, dan stereotype lain yang serba naif.

Kampus kita hari ini mengalami disorientasi. Angin globalisasi yang datang bersamaan dengan kaum kapitalis agaknya ingin mengubah kampus kita menjadi semacam pabrik yang hanya melahirkan manusia-manusia pekerja. Bak robot yang tak bernyawa. Siap ditempatkan di mana saja sesuai dengan kemauan sang majikan. Gelar akademik tak harus mencerminkan kualifikasi ilmu yang dikuasainya. Ia telah tereduksi menjadi semacam gelar kaum aristokrat, para bangsawan, dan kaum ningrat di jaman feodal.

Kondisi ini adalah refleksi penulis yang bersifat parsial di satu tempat di mana penulis tinggal dan tempat-tempat lain yang penulis ketahui. Mudah-mudahan hal serupa tak terjadi di kampus-kamus lain yang tak penulis ketahui. Tapi jangan-jangan kondisi ini mewakili wajah kampus kita di belahan nusantara. Mudah-mudahan kehawatiran ini tidak benar sehingga rasa optimisme ini kembali pulih.

Di tengah-tengah carut-marutnya kondisi bangsa, hadirnya kampus yang tidak hanya melahirkan manusia-manusia pekerja tentu sangat dibutuhkan. Kampus di harapakan mampu melahirkan manusia berkualitas yang punya visi, misi, dan orientasi hidup yang lebih luas. Gelar agent of change yang selama ini melekat di pundak mahasiswa hendaknya dipertahankan sekuat tenaga jangan sampai tereduksi menjadi gelar ompong yang memalukan.

Rethinking dan reorientasi kampus agaknya menjadi agenda mendesak kita hari ini. Wajah kampus harus kita kembalikan sedemikian rupa dengan aroma kulturnya yang menjanjikan harapan optimis pada bangsa dan negara. Kampus adalah altar akademis, tempat manusia-manusia serius yang berjibaku dengan segudang aktifitas produktif. Marilah kita hidupkan kembali cahaya intelektual di kampus kita masing-masing. Arus hedonisme dan konsumerisme yang sedemikian santer tentu tak menutup kemungkinan memalingkan semuanya jika kita abai dalam menggawangi visi ini.
#cp

Analisis Jurnal yang benar dan Baik By: Mumajad El Basyir

Nama : MA’MA MUMAJAD NIM : 932135616 Mata kuliah : Pengembangan Pendidikan Nonformal/Informal Keagamaan. Instansi.         : Instit...