Rabu, 23 November 2016

Makalah Civil Society (Masyarakat Madani)



CIVIL SOCIETY (MASYARAKAT MADANI)
Disusun Untuk Memenuhi Salah SatuTugas Pada Mata Kuliah
 “Kewarganegaraan”

DosenPengampu:
Dr. H. Ilham Tohari, SH. MHI


DisusunOleh :

Nadzila Puspitasari
Ma’ma Mumajad
                       
JURUSAN                      : TARBIYAH
PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2016

 

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang telah ditulis sebelumnya pada pengertian civil society atau masyarakat madani, bahwa wacana civil society merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat industri kapitalis. Konsep ini pertama kali lahir sejak zaman Yunani kuno. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana civil society dapat di runtut dari masa Aristoteles. Pada masa ini (Aristoteles, 384-322 SM) Civil Society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinoniah politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonom-politik dan pengambian keputusan. Istilah ini juga dipergunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat politik dan etis dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.

B.     Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian Civil Society?
2.   Bagaimana sejarah Masyarakat Madani?
3.   Apa karakteristik Masyarakat Madani?

C.    TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian Civil Society
2.      Untuk mengetahui sejarah Masyarakat Madani
3.      Untuk mengetahui karakteristik Masyarakat Madani
BAB II                       
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Civil Society
Semenjak awal tahun 1990, konsep civil society menjadi wacana di lingkungan akademik maupun aktivis gerakan social. Civil society sering disbut masyarakat madani, masyarakat warga, masyarakat kewargaan, masyarakat sipil, beradab, atau masyarakat berbudaya. Istilah civil society berasal dari bahasa latin, yaitu civitas dei atau kota Illahi. Asal kata civil adalah civilization (beradab). Civil society secara sederhana dapat diartikan sebagai masyarakat beradab.[1]
Akan tetapi secara global bahwa yang di maksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara memiliki ruang publik ( publik sphere ) dalam mengemukakan pendapat adanya lembaga-lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik. Yang perlu kita garis bawahi dalam pengertian masyarakat madani ini adalah bahwa masyarakat tersebut mempunyai cita-cita agar rakyatnya aman, nyaman dan sejahtera, serta system yang di gunakan cukup baik karena setiap orang tidak harus menggantungkan dirinya kepada orang lain.[2]
Istilah masyarakat madani pertama kali dikemukakan oleh kelompok Nurcholis Madjid (dan beberapa tokoh ICMI) yang berarti masyarakat yang beradab, berakhlak mutlak, dan berbudi pekerti luhur. Madani dimaknai oleh adanya nama kota Madinah yang di ungkapkan oleh istilah madaniyah, tamadun, dan hadlarah yang berarti peradapan. Menurut piagam Madinah, ada 10 prinsip pembangunan masyarakat madani, yaitu :

1)      Kebebasan Beragama
2)      Persaudaraan seagama dan keharusan untuk menanamkan sikap solidaritas yang tinggi terhadap sesama
3)      Persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama
4)      Saling membantu, dan semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat
5)      Persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap Negara
6)      Persamaan didepan hukum bagi setiap warga Negara
7)      Penegakan hukum
8)      Memberlakukan hukum adat yang tetap berpedoman kepada keadilan dan kebenaran
9)      Perdamaian dan kedamaian
10)  Pengakuan hak atas setiap orang atau individu

Dengan demikian, maka makna masyarakat madani (civil society) pada kelompok ini lebih menekankan kepada suatu kondisi masyarakat yang sangat beradab dan bukan merupakan alat perjuangan untuk mengembangkan demokrasi atau kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, nuansa dari pemaknaan civil society ini (yang diterjemahkan dengan masyarakat madani)  lebih merupakan complement bagi Negara. [3]

B.     Sejarah Masyarakat Madani
      Perkembangan konsep civil society , secara perlahan berkaitan tentang entitas Negara atau masyarakat politik sebagai hasil dari kontrak social sebagai mana dikembangkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Madanimaupun JJ. Rousseau. Terkait dengan hal tersebut terdapat beberapa konsep tentang masyarakat sipil/ civil society terutama terkait hubungannya dengan suatu Negara sebagai entitas yang otonom.
1.      Civil society menurut JJ. Rousseau, Jhon Locke, dan Thomas Hobbes
      Perkembangan masyarakat sipil terkait dengan relasi Negara atau masyarakat politik sebagai hasil kontrak social, sebagaimana dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Jhone Locke (1632-1704), dan JJ. Rousseu (1712-1778). Terlepas dari perbedaan gagasan diantara ketiganya, Jhone Locke dan JJ. Rouseeu pada intinya hendak menggambarkan suatu bentuk masyarakat beradab sebagimana dicita-citakan oleh Cicero dan Aristoteles
        Namun demikian, pendapat Jhon Locke dan Rouseeu tersebut berlaianan dengan apa yang dikemukakan oleh Hobbes. Menurut Hobbes, masyarakat sipil identik dengan Negara, dan merupakan wujud dari kekuasaan yang bersifat absoulut.
Namun ditengah perbedaan gagasan antara Hobbes, Rouessuue, dan Jhon Locke, masih terdapat persamaan antara ketiganya.,  Hobbes, Rouessuue, maupun Jhon Locke tidak membedakan antara masyarakat sipil (civil society), masyarakat politik (political society), dan negara sebagai sebuah entitas yang terpisah dan otonom.
2.       Civil Society menurut Adam Ferguson
Menurut Adam, masyarakat sipil merupakan hasil dari pergeseran peradaban dari masyarakat primitif-kasar menjadi masyarakat beradab yang ditandai oleh kemajuan akal budi, pengetahuan, teknologi, dan industry
3.         Civil Society menurut Adam Smith
Masyarakat sipil menurut Adam Smith adalah sekelompok individu penuh dengan kebajikan serta mampu mengatur diri sendiri, memiliki self regulating dari aspek ekonomi. Peran Negara di wilayah politik akan berdampak negative, sehingga perlu pembatasan terhadap peran Negara supaya tidak masuk dan mengintervensi terlalu jauh dalam kehidupan masyarakat sipil. Menurut Adam Smith, masyarakat sipil mwrupakan entitas politik yang terpisah dari Negara, dan berperan dalam mengontrol Negara sebagai sebuah political society
4.      Civil Society menurut Thomas Paine
Masyarakat sipil adalah ruang tempat para warga dapat mengembangkan kepribadian dan membuka peluang bagi pemuas kepentingannya. Karena itu, masyarakat sipil secara logis harus lebih kuat mengontrol Negara demi terjaminnya keperluan warga Negara.

5.      Civil Society menurut Hegel dan Marx
Menurut Hegel, masyarakat sipil sesungguhnya merupakan produk dari masyarakat borjuis, salah satu paket perjanjian kemasyarakatan yang dipernetrasi oleh logika kapitalisme. Berbeda dengan Hegel yang  melihat Negara sebagai pondasi bagi terbentuknya Civil Society , Marx sebaliknya, Marx melihat civil society-lah yang merupakan pondasi terbentuknya Negara.
6.      Civil Society menurut Gramsci
Meskipun Gramsci adalah penganut ajaran Marx, namun dalm konteks civil society terdapat perbedaan antara Gramsci dan Karl Makx, Makx meletakkan masyarakat sipil secara rigid pada tataran baris material dari hubungan produksi kapitalis dan menyamakan dengan kelas borjuis. Sedangkan Gramsci melihat masyarakat sipil sebagai suprastruktur, sedangkan insprastrukturnya sadalah cara produksi atau system ekonomi masyarakat.
7.      Civil Society menurut Alexis-Charles-Henry de Tocqueville
Henry de Tocqueville berpendapat bahwa unsur-unsur politik dari organisasi-organisasi masyarakat sipil memudahkan kesadaran yang lebih baik dan rakyat yang lebih tercerahkan, yang bisa memilih dengan baik dalam voting, berpastisipasi dalam politik, dan memastikan pemerintah yang lebih bertanggung jawab.
8.      Civil Society menurut Jean Louse dan Andrew Arato
Masyarakat sipil menurut Jean Louse dan Andrew Arato  dapat terwujud apabila setidaknya memenuhi 4 syarat atau kakakter utama, yaitu: otonom, wilayah publik yang bebas, wacana publik, dan interaksi berdasarka prinsip-prinsip kewarganegaraan.
9.      Perkembangan Civil Society di Indonesia
Menurut Kutut Suwondo (2015) dilihat dari sudut pandang sifat perkembangannya maka civil society di Indonesia dapat dikelompokkan kedalam 2 periodisasi civil society, yaitu sebelum era reformasi dan sesudah era reformasi.[4]
a)      Civil Society Sebelum Era Reformasi
Dalam tulisan Kutut Suwondo (2005) tentang civil society dan upaya demokrasi menyatakan bahwa pada masa orde baru (sampai pertengahan 1990-an) civil society tidak mengalami perkembangan yang berarti. Hal tersebut disebabkan karena pendekatan yang digunakan oleh Negara dalam menjalin relasi dengan masyarakat sipil lebih menggunakan pendekatan keamanan, dengan alasan stabilitas politik dan keamanan.
Selain itu, pendekatan keamanan tersebut mengakibatkan terbitnya berbagai regulasi yang bersifat represif yang pada gilirannya menyebabkan ketidak berdayaan civil society. Selain terbitnya sejumlah regulasi yang memperlemah posisi tawar masyarakat, juga muncul berbagai rekayasa politik yang memperlemah partai politik yang kritis terhadap pemerintah.
Lemahnya perkembangan civil society pada periode diatas selain disebabakan oleh munculnya sejumlah peraturan dan tindakan yang bersifat menekan, juga disebabkan oleh beberapa hal lain, yaitu: (1) tidak adanya kelas menengah yang independent; (2) lemahnya LSM yang memberdayakan civil society karena ketergantunagnnya yang besar terhadap sumber dari luar; (3) pers yang terus ditekan lewat ancaman pencabutanSIUPP; (4) cendekiawan yang mencari aman dan besarnya gejala sectarian pada diri cendekiawan (5) rakyat yang takut mengembangkan dirinya pada politik.
Dilihat dari perlindungan (garansi) civil society Nampak jelas tidak adanya perlindungan  bagi pelaku civil society. Rasa khawatir, takut, dan tidak menentu selalu menghinggapi pelaku civil society, terutama ketatnya pendekatan keamanan  yang sering kali berubah menjadi tindakan, penekanan, penculikan, bahkan kehilangan manusia oleh Negara.
2.  Civil Society pada Era Reformasi
           Secara nasional landasan untuk munculnya civil society pada era sesudah reformasi sudah menunjukkan arah ynag benar walaupun belum sempurna. Beberapa tanda kea rah itu menurut Kutut Suwondo (2005) diantaranya adalah : (1) munculmya undang-undang pemilu yang member kebebasan untuk membuat partai politik; (2) terbentuknya forum yang lebih representative (seperti: DPR. DPD, dan MPR); (3) dengan telah diratifikasinya HAM, upaya untuk menghormati HAM, adanya amandemen UUD 1945, dan pendekatan keamanan memungkinkan semua pelaku civil society memperoleh perlindungan hukum; (4) adanya politik nondiskriminasi yang member kebebasan bagi bekas anggota PKI dan keturunannya untuk menjadi anggota civil society.
           Namun demikian, pada kenyataannya perkembangan civil society tidak selamanya menunjukkan adanya perkembangan yang menggembirakan. Disatu sisi kebebasan yang ada sering disalah artikan oleh kelompok masyarakat tertentu untuk menekan kelompok lain, sehingga dilain pihak kondisi civil society juga telah menunjukkan track yang salah.
           Walaupun gambaran yang menggembirakan menunjukkan bahwa dominasi Negara (pemerintah) dalam  civil society telah jauh berkurang, namun sering kali dijumpai hal yang tidak menggembirakan, karena yang terjadi aalah dominasi “pasar” (rejim pasar bebas) dalam pelaksanaan civil society.[5]


C.    KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Penyebutan karakteristik civil society dimaksudkan untuk menjelaskan, bahwa dalam merealisir wacana civil society diperlukan prasyarat yang bersifat universal. Prasyarat ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, melainkan satu kesatuan integral yang menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi civil society. Karakteristik tersebut antara lain adalah free public sphere, demokrasi, toleransi, pluralism, keadilan,sosial (social justice) dan berkeadaban.
1.      Free Public Sphere (wilayah publik yang bebas).
Yang di maksud dengan istilah “ free public sphere” adalah adanya ruang public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang public yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakakan oleh Arendt dan Habermas. Warga Negara dalam wacana free public sphere memiliki hak penuh dalam setiap kegiatan politik. Warga Negara berhak melakukan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta menerbitkan dan mempublikasikan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan civil society dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi salah bagian yang harus di perhatikan. Karena dengan mengesampingkan ruang public yang bebas dalam tatana civil society, akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya.
2. .  Demokrasi.
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi, masyarakat sipil tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan social politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk warga negara.Penekanan demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, social, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
3.     Toleransi.
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda orang lain, toleransi, mengacu kepada pandangan Nurcholish Majid, adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan ajaran yang benar. Senada dengan Majdid, Azra menyatakan untuk menciptakan kehidupan yang bermoral, masyararakat madani menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesediaan individu-individu untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik di kalangan warga bangsa.
4.      Pluralisme.
Kemajemukan atau pluralism merupakan prasyarat lain bagi civil society. Namun, prasyarat ini harus benar-benar di tanggapi dengan tulus ikhlas dari kenyataan yang ada, karena mungkin dengan adanya perbedaan wawasan akan semakin bertambah. Kemajemukan dalam pandangan Majdid erat kaitannya dengan sikap penuh pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis, tegas Majdid, kemajemukan social merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.
5.      Keadilan Sosial.
           Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara dalam semua aspek kehidupan.
Dengan terciptanya keadilan sosial, akan tercipta masyarakat yang sejahtera seperti nilai yang terkandung dalam pengertian masyarakat madani. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah (penguasa).
Sangatlah bagus beberapa karakteristik masyarakat madni di atas, mulai dari free public spere, demokrasi, toleransi, plurasime, dan keadilan social. Bahwa masyarakat tersebut selain bebas mengemukakan pendapat juga mempunyai rasa toleran terhadap perbedaan-perbedaan yang ada. Selain itu juga, mempunyai jiwa keadilan terhadap orang-orang di sekitar, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.[6]



  


KESIMPULAN


1.      Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara memiliki ruang publik ( publik sphere ) dalam mengemukakan pendapat adanya lembaga-lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
2.      Perkembangan konsep civil society , secara perlahan berkaitan tentang entitas Negara atau masyarakat politik sebagai hasil dari kontrak social sebagai mana dikembangkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Madanimaupun JJ. Rousseau. Terkait dengan hal tersebut terdapat beberapa konsep tentang masyarakat sipil/ civil society terutama terkait hubungannya dengan suatu Negara sebagai entitas yang otonom.
3.      Karakteristik Civil Society adalah free public sphere (wilayah public yang bebas), demokrasi, toleransi, pluralisme, keadilan,sosial (social justice) dan berkeadaban.









DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. Negara, Demokrasi, dan Civil Society(Yogyakarta : Graha Ilmu. 2012 )
Suwondo,Kutut. Civil Society Di Aras Lokal (Salatiga :Pustaka Percik, pustaka, 2005)








[1] Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal 73
[3] Kutut Suwondo, Civil Society Di Aras Lokal (Salatiga :Pustaka Percik, pustaka, 2005 ). Hal 13-14
[4] Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal 84-92

[5] Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hal 92 dan 94

Analisis Jurnal yang benar dan Baik By: Mumajad El Basyir

Nama : MA’MA MUMAJAD NIM : 932135616 Mata kuliah : Pengembangan Pendidikan Nonformal/Informal Keagamaan. Instansi.         : Instit...